F. Peranan Organisasi-organisasi Islam dan Partai-partai Politik Islam
Dalam perjuangan membela bangsa, Negara dan menegakkan Islam di
Indonesia, Umat Islam mendirikan berbagai organisasi dan partai politik
dengan corak dan warna yang berbeda-beda. Ada yang bergerak dalam bidang
politik, sosial budaya, pendidikan, ekonomi dan sebagainya. Namun
semuanya mempunyai tujuan yang sama, yaitu memajukan bangsa Indonesia
khususnya umat Islam dan melepaskan diri dari belenggu penjajahan.
Tercatat dalam sejarah, bahwa dari lembaga-lembaga tersebut telah
lahir para tokoh dan pejuang yang sangat berperan baik di masa
perjuangan mengusir penjajah, maupun pada masa pembangunan.
1. Sarekat Islam (SI)
Sarekat Islam (SI) pada awalnya adalah perkumpulan bagi para pedagang
muslim yang didirikan pada akhir tahun 1911 di Solo oleh H. Samanhudi.
Nama semula adalah Sarekat Dagang Islam (SDI). Kemudian tanggal 10
Nopember 1912 berubah nama menjadi Sarekat Islam (SI). H.Umar Said
Cokroaminoto diangkat sebagai ketua, sedangkan H.Samanhudi sebagai
ketua kehormatan. Latar belakang didirikannya organisasi ini pada
awalnya untuk menghimpun dan memajukan para pedagang Islam dalam rangka
bersaing dengan para pedagang asing, dan juga membentengi kaum
muslimin dari gerakan penyebaran agama Kristen yang semakin
merajalela. Dengan nama Sarekat Islam dibawah pimpinan H.O.S.
Cokroaminoto organisasi ini semakin berkembang karena mendapat sambutan
yang luar biasa dari masyarakat. Daya tarik utamanya adalah asas
keislamannya. Dengan SI mereka (umat Islam) yakin akan dibela
kepentingannya.
Keanggotaan SI terbuka untuk semua golongan dan suku bangsa yang
beragama Islam. Berbeda dengan Budi Utomo yang membatasi keanggotaannya
pada suku bangsa tertentu (Jawa). Sehingga banyak sejarawan mengatakan
bahwa tanggal berdirinya SI ini lebih tepat disebut sebagai Hari
Kebangkitan Nasional, dan bukan tahun 1908 dengan patokan berdirinya
Budi Utomo. Karena ruang lingkup Budi Utomo hanyalah pulau Jawa, bahkan
hanya etnis Jawa Priyayi. Sedangkan SI mempunyai cabang-cabang di
seluruh Indonesia. Jadi layak disebut “Nasional”.
Secara lahir SI tidak menyatakan diri sebagai organisasi partai
politik. Tetapi dalam sepak terjangnya jelas kelihatan sebagai
organisasi politik. Kegiatan politik dilakukan dengan sangat hati-hati
dan bertahap. Dalam kongres tahun 1914, Cokroaminoto mengatakan bahwa
SI akan bekerjasama (kooperatif) dengan pemerintah dan tidak berniat
melawan pemerintah. Dua tahun kemudian dalam kongresnya di Bandung, dia
melancarkan kritik terhadap praktek kolonialisme yang telah
menyengsarakan rakyat. Dalam kongres itu SI menuntut supaya Indonesia
diberi pemerintahan sendiri dan rakyat diberi kesempatan untuk duduk
dalam pemerintahan. Semakin lama sikap SI semakin keras. Abdul Muis
salah satu tokoh SI mengatakan, jika tuntutan-tuntutan itu tidak
diindahkan pemerintah (penjajah), anggota SI bersedia membalas
kekerasan dengan kekerasan. Pada waktu pemerintah mendirikan Volksraad
(Dewan Rakyat), SI mendudukkan wakilnya dalam dewan itu, antara lain
Cokroaminoto dan H. Agus Salim. Setelah ternyata Volksrad tidak bisa
dipakai sebagai lembaga untuk memperjuangkan kemerdekaan, SI pun menarik
wakilnya. Demikian SI beralih ke strategi non-kooperatif.
Pada kongres 1917, SI mulai dimasuki pengaruh lain, yaitu dengan
masuknya orang-orang yang berfaham Marxis (komunis) seperti Semaun dan
Darsono. Bahkan pada kongresnya yang ketiga tahun 1918 pengaruh Semaun
semakin kuat. Tetapi SI masih membiarkannya demi persatuan dan kesatuan
bangsa yang saat itu sangat diperlukan dalam menghadapi pemerintah
penjajah. Pada tangal 10 Oktober 1921 dalam kongres SI yang ke-6 H. Agus
Salim dan Abdul Muis merangkap menjadi anggota dan pengurus mencetuskan
perlunya disiplin partai dalam tubuh SI, antara lain seorang anggota SI
tidak boleh merangkap menjadi anggota atau pengurus di partai lain.
Ini tujuan sebenarnya adalah untuk membersihkan barisan SI dari
unsur-unsur komunis. Dengan disetujuinya gagasan ini akhirnya Semaun dan
Darsono keluar dari SI. Tapi kemudian SI terpecah menjadi dua, yaitu SI
Merah dan SI Putih. SI Merah dipimpin oleh Semaun berpusat di Semarang
dan berazaskan Komunis. Adapun SI Putih dipimpin oleh HOS Tjokroaminoto
berazaskan Islam.
Pada Kongres SI ke-7. SI Putih berubah nama menjadi Partai Sarekat Islam
(PSI). Pada tahun 1927 nama Partai Sarekat Islam (PSI) ditambah dengan
kata Indonesia, sehingga menjadi Partai Sarekat Islam Indonesia (PSII).
Hanya sangat disayangkan partai ini kemudian menjadi terpecah belah. Ada
PSII yang dipimpin oleh Sukiman, PSII Kartosuwiryo, PSII Abikusno, dan
PSII H. Agus Salim.
2. Muhammadiyah
Muhammadiyah secara etimologi artinya pengikut Nabi Muhammad. Adalah
sebuah organisasi non-politis yang bertujuan mengembalikan ajaran Islam
sesuai dengan al-Quran dan Sunnah Nabi Muhammad saw; memberantas
kebiasaan yang tidak sesuai dengan ajaran agama (bid’ah) dan memajukan
ilmu agama Islam di kalangan anggotanya. Organisasi ini didirikan oleh
KH. Ahmad Dahlan di Yogyakarta pada 18 Nopember 1912. Dalam Anggaran
Dasar Muhammadiyah yang baru, telah disesuaikan dengan UU no.8 tahun
1985 dan hasil Muktamar Muhammadiyah ke-41 di Surakarta pada tanggal
7-11 Desember 1985, Bab 1 pasal 1 disebutkan bahwa Muhammadiyah adalah
gerakan Islam dan dakwah amar ma’ruf nahi munkar yang berakidah Islam
dan bersumber pada al-Quran dan Sunnah. Sifat gerakannya adalah
non-politik, tapi tidak melarang anggotanya memasuki partai politik. Hal
ini dicontohkan oleh pendirinya sendiri, KH Ahmad Dahlan, dimana beliau
juga adalah termasuk anggota Sarekat Islam.
Banyak anggota Muhammadiyah yang berjuang baik pada masa penjajahan
Belanda, Jepang, masa mempertahankan kemerdekaan, masa Orde Lama, Orde
Baru dan Masa Reformasi. Mereka tersebar di berbagai organisasi
pergerakan, organisasi partai politik dan lembaga-lembaga negara.
Tokoh-tokoh Muhammadiyah yang kita kenal seperti KH. Mas Mansur, Prof.
Kahar Muzakir, Dr. Sukirman Wirjosanjoyo adalah para pejuang yang tidak
asing lagi. Demikian pula seperti Buya Hamka, KH AR. Fakhruddin, Dr.
Amin Rais, Dr. Syafi’i Ma’arif dan Dr. Din Syamsudin adalah tokoh–tokoh
Muhammadiyah yang sangat berperan dalam pentas nasional Indonesia.
Bidang-bidang yang ditangani Muhammadiyah antara lain :
a. Sosial
Dalam bidang sosial Muhammadiyah mendirikan :
1) Panti asuhan untuk anak yatim piatu
2) Bank Syari’ah untuk membantu pengusaha lemah
3) Organisasi wanita yang bernama Aisiyah dan organisassi kepanduan
Hizbul wathan, Pemuda Muhammadiyah, Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah, dan
ikatan Pelajar Muhammadiyah
b. Pendidikan
Dalam bidang pendidikan, Muhammadiyah mendirikan lembaga-lembaga
pendidikan mulai dari TK sampai perguruan tinggi. Data tahun 1985
Muhammadiyah sudah memiliki 12400 lembaga pendidikan yang terdiri dari
37 perguruan tinggi dan sisanya adalah TK sampai SLTA. Tahun 1990 jumlah
perguruan tinggi Muhammadiyah bertambah menjadi 78 buah.
c. Kesehatan
Dalam bidang kesehatan Muhammadiyah mendirikan Poliklinik, Rumah Sakit
dan Rumah Bersalin. Data tahun 1990 telah memiliki 215 Rumah Sakit,
Poliklinik dan Rumah Bersalin.
3. Al Irsyad
Organisasi ini berdiri tanggal 6 September 1914 di Jakarta, dua tahun
setelah Muhammadiyah berdiri, dan bisa dibilang sebagai sempalan dari
Jami’atul Khair. Diantara tokoh al-Irsyad yang terkenal adalah syeikh
Ahmad Surkati, berasal dari Sudan yang semula adalah pengajar di
Jami’atul Khair. Al Irsyad ini mengkhususkan diri dalam perbaikan
(pembaharuan) agama kaum muslimin khususnya keturunan Arab Sebagian
tokoh Muhammadiyah pada awal berdirinya juga adalah kader-kader yang
dibina dalam lembaga pendidikan AlIrsyad. Saat itu al-Irsyad sudah
memiliki Madrasah Awaliyah (3 tahun), Madrasah Ibtidaiyah (4 tahun),
Madrasah Tajhiziyah (2tahun), dan Madrasah Mu’allimin yang dikhususkan
untuk mencetak guru.
Al-Irsyad bergerak bukan hanya dalam bidang pendidikan, tapi juga
bidang-bidang lain seperti rumah sakit, panti asuhan dan rumah yatim
piatu.
4. Nahdlatul Ulama
(NU) artinya kebangkitan para ulama. Adalah sebuah Organisasi sosial
keagamaan yang dipelopori oleh para ulama atau kiyai. Mereka itu ialah
K.H.Hasyim Asy’ari, K.H.Wahab Hasbullah, K.H.Bisri Syamsuri, K.H.Mas
Alwi , dan K.H.Ridwan. Lahir di Surabaya pada tanggal 31 Januari 1926
dan kini menjadi salah satu organisai dan gerakan Islam terbesar di
tanah air. Bertujuan mengupayakan berlakunya ajaran Islam yang berhaluan
Ahlussunnah Waljama’ah dan penganut salah satu dari empat mazhab fiqih
(Imam Hanafi, Imam Syafi’i, Imam Hambali dan Imam Maliki).
Pada mulanya NU ini tidak mencampuri urusan politik. Ia lebih
memfokuskan diri pada pengembangan dan pemantapan paham keagamaannya
dalam masyarakat yang saat itu sedang gencar-gencarnya penyebaran faham
Wahabiyah yang dianggap membahayakan paham ahli Sunnah Waljama’ah. Hal
ini tersirat dalam salah satu hasil keputusan kongresnya di Surabaya
pada bulan Oktober 1928.
NU semakin berkembang dengan cepat. Pada tahun 1935 telah memiliki 68
cabang dengan anggota 6700 orang. Pada kongres tahun 1940 di Surabaya
dinyatakan berdirinya organisasi wanita NU atau Muslimat dan Pemuda
Anshar.
Pada perkembangan selanjutnya, NU mengubah haluannya. Selain sebagai
organisasi yang bergerak dalam bidang sosial keagamaan, juga mulai ikut
dalam kehidupan politik. Tahun 1937 bergabung dengan Majlis Islam A’la
Indonesia (MIAI). Hal ini terus berlangsung sampai dibubarkannya pada
masa penjajahan Jepang tahun 1943, yang kemudian diganti Masyumi. Dalam
Masyumi, NU adalah bagian yang sangat penting sampai tahun 1952. Dalam
Muktamarnya yang ke 19 tanggal 1 Mei 1952 menyatakan diri keluar dari
Masyumi dan menjadi partai politik tersendiri. Kemudian NU bersama
dengan PSII dan Perti membentuk Liga Muslim Indonesia sebagai wadah
kerja sama partai politik dan organisasi Islam. Dalam Pemilu tahun 1955
NU muncul sebagai partai politik terbesar ke tiga. Pada masa orde baru
NU bersama partai politik lainnya (PSII, Parmusi, Perti) berfungsi dalam
Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Kemudian sejak tahun 1984 NU
menyatakan diri kembali ke khittah 1926, artinya melepaskan diri dari
kegiatan politik, meskipun secara pribadi-pribadi anggotanya tetap ikut
berkiprah dalam berbagai partai politik.
Pada masa reformasi (1999) para tokoh NU yang dimotori oleh KH.
Abdurrahman Wahid mendirikan partai politik, Partai Kebangkitan Bangsa
(PKB) yang kemudian termasuk 5 besar pemenang Pemilu pada tahun
tersebut. Melalui poros tengah, Abdurrahman Wahid (Gus Dur) sebagai
pemimpin NU saat itu berhasil menjadi orang nomor satu di RI, meskipun
hanya berumur satu tahun.
Peranan NU sebagai organisasi dalam perjuangan mengusir penjajah dan
mempertahankan kemerdekaan tidak diragukan lagi. Bahkan para kyai dan
santri memikul senjata (bambu runcing atau golok) untuk berjihad fi
sabilillah. Tercatat dalam sejarah tanggal 23 Oktober 1945 NU
mengeluarkan Resolusi Jihad untuk melawan tentara penjajah.
5. Majlis Islam A’la Indonesia (MIAI)
MIAI ini sebenarnya berdiri pada masa pemerintahan Belanda, yaitu
tanggal 21 September 1937 di Surabaya sebagai organisasi federasi yang
diprakarsai oleh K.H. Mas Mansur, K.H. Ahmad Dahlan (Muhammadiyah), K.H.
Wahab Hasbullah (NU) dan Wondoamiseno (PSII).
Tujuan didirikan MIAI ini adalah agar semua umat Islam mempunyai wadah
tempat membicarakan dan memutuskan semua soal yang dianggap penting bagi
kemaslahatan umat dan agama Islam. Keputusan yang diambil MIAI harus
dilaksanakan oleh semua organisasi yang menjadi anggotanya.
Pembentukan MIAI mendapat sambutan dari berbagai organisasi Islam di
Indonesia seperti PSII, Muhammadiyah, NU, Persis, dan
organisasi-organisasi yang lebih kecil lainnya. Pada waktu dibentuk
anggotanya hanya 7 organisasi, tapi empat tahun kemudian jumlahnya sudah
mencapai duapuluh.
Pada akhir pemerintahan Hindia Belanda MIAI memberikan dukungan terhadap
aksi Indonesia berparlemen yang dicanangkan oleh GAPI (Gabungan Politik
Indonesia). Pada waktu GAPI menyusun rencana konstitusi untuk
Indonesia, MIAI menghendaki agar yang menjadi kepala negara adalah orang
Indonesia yang beragama Islam dan dua pertiga dari menteri-menteri
harus orang Islam.
Ketika Jepang datang ke Indonesia seluruh organisasi yang ada di
Indonesia dibekukan, termasuk MIAI. Tapi khusus MIAI tanggal 4 September
1942 diperbolehkan aktif kembali. Jepang melihat bahwa MIAI bersifat
kooperatif dan tidak membahayakan. Selain itu Jepang berharap dapat
memanfaatkan MIAI ini untuk memobilisasi gerakan umat Islam guna
menopang kepentingan penjajahannya. Selain itu, Jepang juga membantu
perkembangan kehidupan agama. Kantor urusan agama yang pada masa Belanda
diketuai oleh seorang orientalis Belanda, diubah oleh Jepang menjadi
Shumubu (Kantor Urusan Agama) yang dipimpin oleh orang Indonesia, yaitu
K.H. Hasyim Asy’ari. Umat Islam pada saat itu juga diizinkan membentuk
Hizbullah yang memberikan pelatihan kemiliteran bagi para pemuda Islam,
yang dipimpin oleh K.H.Zaenal Arifin. Demikian pula diizinkan mendirikan
Sekolah Tinggi Islam di Jakarta yang dipimpin oleh K.H. Wahid Hasyim,
Kahar Muzakir dan Moh. Hatta.
MIAI berkembang menjadi organisasi yang cukup penting pada masa
pendudukan Jepang. Para tokoh Islam dan para Ulama memanfaatkannya
sebagai tempat bermusyawarah membahas masalah-masalah yang penting yang
dihadapi umat Islam. Semboyannya terkenal Berpegang teguhlah kepada tali
Allah dan janganlah bercerai berai.
Diantara tugas MIAI ialah:
a. Menempatkan umat Islam pada kedudukan yang layak dalam masyarakat Indonesia
b. Mengharmoniskan Islam dengan kebutuhan perkembangan zaman
MIAI juga menerbitkan majalah tengah bulanan yang bernama Suara MIAI.
Meskipun pada awalnya MIAI tidak menyentuh kegiatan politik, tetapi
dalam perkembangan selanjutnya kegiatan-kegiatannya tidak bisa lagi
dipisahkan dengan politik yang bisa membahayakan pemerintah Jepang.
Akhirnya pada tanggal 24 Oktober 1943 MIAI dibubarkan. Sebagai gantinya
berdirilah Masyumi.
6. Masyumi
Masyumi kepanjangan dari Majlis Syura Muslimin Indonesia berdiri tahun
1943. Dalam Muktamar Islam Indonesia tanggal 7 Nopember 1945 disepakati
bahwa Masyumi adalah sebagai satu-satunya partai Islam untuk rakyat
Indonesia. Saat itu juga Masyumi mengeluarkan maklumat yang berbunyi :”
60 Milyoen kaum muslimin Indonesia siap berjihad fi sabilillah “,
Pernyataan ini direkam dengan baik oleh harian Kedaulatan Rakyat pada
tanggal 8 Nopember 1945. Organisasi ini dipimpin oleh K.H. Mas Mansur
dan didampingi K.H.Hasyim Asy’ari. Tergabung dalam organisasi ini adalah
Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama, Persis, dan Sarekat Islam. Tokoh-tokoh
lain yang penting misalnya Ki Bagus Hadikusumo, Abdul Wahab dan
tokoh-tokoh muda lainnya misalnya Moh. Natsir, Harsono Cokrominoto, dan
Prawoto Mangunsasmito.
Visi Masyumi bahwa setiap umat Islam diwajibkan jihad Fi sabilillah
dalam berbagai bidang, termasuk dalam bidang politik. Para pemuda Islam,
khususnya para santri dipersiapkan untuk berjuang secara fisik maupun
politis. Masyumi dibubarkan oleh Soekarno pada tahun 1960. Sementara
organisasi-organisasi yang semula bergabung dalam Masyumi sudah
mengundurkan diri sebelumnya, seolah-olah mereka tahu bahwa Masyumi akan
dibubarkan.
7. Mathla’ul Anwar
Organisasi ini berdiri tahun 1905 di Marus, Menes Banten. Bergerak
dalam bidang sosial keagamaan dan pendidikan. Pendirinya adalah KH. M.
Yasin. Tujuannya adalah untuk mengembangkan pendidikan Islam khususnya
di kalangan masyarakat sekitar Menes Banten. Aspirasi politik organisasi
ini pernah disalurkan melalui Sarekat Islam (SI), tapi perkembangan
selanjutnya organisasi ini menjadi netral, artinya tidak ikut dalam
kegiatan politik, tapi hanya mengkhususkan diri pada kegiatan sosial dan
pengembangan pendidikan Agama. Berkat memfokuskan diri pada pendidikan,
organisasi ini sekarang sudah menjadi organisasi berskup nasional.
Lembaga-lembaga pendidikannya berupa madrasah-madrasah dari mulai TK
sampai Madrasah Aliyah (setingkat SMA) tersebar di seluruh Nusantara.
8. Persatuan Islam (Persis)
Persis adalah organisasi sosial pendidikan dan keagamaan. Didirikan pada
tanggal 17 September 1923 di Bandung atas prakarsa KH. Zamzam dan
Muhammad Yunus, dua saudagar dari kota Palembang. Organisasi ini
diketuai pertama kali oleh A. Hassan, seorang ulama yang terkenal
sebagai teman dialog Bung Karno ketika ia dipenjara. Bung Karno banyak
berdialog dengan A.Hassan lewat surat-suratnya. Pemikiran-pemikiran
keagamaan Bung Karno selain dari HOS Cokroaminoto, juga banyak berasal
dari A.Hassan ini.
Diantara tujuan Persis ini adalah :
a. Mengembalikan kaum Muslimin kepada Al-Quran dan Sunnah (hadis nabi)
b. Menghidupkan ruh jihad dan ijtihad dalam kalangan umat Islam
c. Membasmi bid’ah, khurafat dan takhayul, taklid dan syirik dalam kalangan umat Islam
d. Memperluas tersiarnya tabligh dan dakwah Islam kepada segenap lapisan masyarakat
e. Mendirikan madrasah atau pesantren untuk mendidik putra-putri muslim dengan dasar Quran dan Sunnah.
9. Organisasi Pelajar, Mahasiswa dan Kepemudaan Islam
Organisasi pelajar, mahasiswa dan kepemudaan Islam sangat besar sekali
peranannya dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan dan memajukan
bangsa Indonesia. Jong Islamiten Bond (JIB) misalnya lahir tahun 1925
yang telah melahirkan tokoh-tokoh nasional seperti M. Natsir, Moh.Roem,
Yusuf Wibisono, Harsono Tjokroaminoto, Syamsul Ridjal dan lain
sebagainya.
Dari masa-masa tahun enam puluhan hingga kini peran kepemudaan Islam
lebih didominasi oleh organisasi-organisasi seperti HMI (Himpunan
Mahasiswa Islam) lahir 5 Pebruari 1947, PII (Pelajar Islam Indonesia),
PMII (Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia), IMM (Ikatan Mahasiswa
Muhammadiyah). Organisasi-organisasi pelajar dan kemahasiswaan tersebut
telah melahirkan banyak pemimpin nasional, antara lain misalnya Akbar
Tanjung (mantan Ketua DPR) dan Nurcholis Majid Almarhum (Ketua Yayasan
Paramadina) adalah Alumni HMI; Din Syamsudin (Sekjen MUI) adalah alumni
IMM; Muhaimin Iskandar (Ketua PKB) adalah alumni PMII, dan banyak lagi
contoh-contoh lain dari tokoh-tokoh nasional yang dikader oleh
organisasi-organisasi kemahasiswaan di atas.
Baik secara pribadi ataupun secara organisasi para anggota dan alumni
organisasi tersebut di atas banyak terlibat dalam berbagai gerakan
nasional. Misalnya pada masa krisis Zaman Orde Lama, saat mereka
berhadapan dengan Gerakan Komunis. Mereka sangat kuat mengkritisi rezim
Soekarno. Rezim Soekarno tumbang diganti dengan Orde Baru yang tidak
terlepas dari peran pemuda dan mahasiswa yang menamakan dirinya dengan
Angkatan 66. Angkatan 66 ini sebagian besar adalah juga para anggota
dari berbagai organisasi mahasiswa Islam. Sebut saja misalnya Fahmi
Idris, Ekky Syahruddin, Abdul Gafur, Mar’i Muhammad, Akbar Tanjung dan
lain sebagainya. Demikian pula di akhir zaman Orde Baru, mereka dapat
mewarnai Gedung DPR/MPR sehingga ada istilah “hijau royo-royo” dan
banyak juga yang direkrut untuk mengisi Kabinet Soeharto.
Menjelang kejatuhan Orde Baru, para pemuda dan mahasiswa atau pelajar
Islam, baik yang tergabung dalam HMI, PMII, PII, IPPNU, KAPI, KAMMI
(Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia), GPI (Gerakan Pemuda Islam)
dan Pemuda Anshar turut aktif mengambil bagian dalam menumbangkan Rezim
Soeharto.
10. Departemen Agama
Departemen Agama dulu namanya Kementerian Agama. Didirikan pada masa
Kabinet Syahrir yang mengambil keputusan tanggal 3 Januari 1946, dengan
Menteri Agama yang pertama adalah M. Rasyidi. Tujuan dan fungsi
Departemen Agama yang dirumuskan pada tahun 1967 sebagai berikut :
a. Mengurus serta mengatur pendidikan agama di sekolah-sekolah serta membimbing perguruan-perguruan agama.
b. Mengikuti dan memperhatikan hal yang bersangkutan dengan agama dan keagamaan.
c. Memberi penerangan dan penyuluhan agama.
d. Mengurus dan mengatur Peradilan Agama serta menyelesaikan masalah yang berhubungan dengan hukum agama.
e. Mengatur, mengurus dan mengawasi penyelenggaraan Ibadah Haji.
f. Mengurus dan memperkembangkan IAIN, Perguruan Tinggi Agama Swasta dan
Pesantren serta mengurus dan mengawasi pendidikan agama pada
perguruan-perguruan tinggi agama Islam.
11. Peran Lembaga Pendidikan Islam
Lembaga Pendidikan Islam yang tertua di Indonesia adalah pesantren.
Kehadiran pesantren ini hampir bersamaan dengan kehadiran Islam di
Indonesia itu sendiri. Alasannya sangat sederhana, Islam sebagai agama
dakwah disebarkan melalui proses transmisi ilmu dari ulama atau kyai
kepada masyarakat (tarbiyah wat ta’lim atau ta’dib). Proses ini
berlangsung di Indonesia melalui pesantren.
Dari awal keberadaannya pesantren telah menunjukkan perannya yang sangat
besar dalam pembinaan bangsa. Islam sebagai pandangan hidup membawa
konsep baru tentang Tuhan, kehidupan, waktu, dunia dan akhirat,
bermasyarakat, keadilan, harta dan lain-lain. Dengan pandangan hidup
tersebut, masyarakat lalu mengembangkan semangat pembebasan dan
perlawanan terhadap penjajah. Pemberontakan petani di Banten tahun 1888
Perang masyarakat Aceh melawan Belanda tahun 1873 dan perang-perang
lainnya di seluruh daerah di Indonesia hampir tidak terlepas dari peran
pesantren dan santrinya.
Dizaman pergerakan pra-kemerdekaan tokoh-tokoh nasional seperti HOS
Cokroaminoto, KH. Mas Mansur, KH Hasyim Asy’ari, KH. Ahmad Dahlan, Ki
Bagus Hadikusumo, KH Kahar Muzakar dan lain-lain adalah alumni-alumni
pesantren. Sesudah kemerdekaan pesantren juga telah melahirkan
tokoh-tokoh kaliber nasional seperti Moh. Rasyidi (Menteri Agama
Pertama), Moh. Natsir (Mantan Perdana Menteri), KH. Wahid Hasyim, KH.
Idham Kholid (Mantan Wakil Perdana Menteri dan Ketua MPRS). Demikian
juga tokoh-tokoh nasional saat ini seperti Amien Rais (mantan Ketua
MPR), Abdurrahman Wahid (Mantan Presiden RI), Hidayat Nurwahid (Ketua
MPR), Hasyim Muzadi (Ketua PB NU), Nurcholis Majid (Almarhum Rektor
Paramadina) dan lain-lain adalah orang-orang yang tidak terlepas dari
pesantren.
Keistimewaan atau ciri khas pesantren hingga bisa eksis sampai saat ini antara lain adalah
a. Penguasaan bahasa asing terutama bahasa Arab.
b. Penguasaan kitab-kitab kuning yang merupakan sumber penting ilmu-ilmu keislaman.
c. Penanaman jiwa mandiri, sebab biasanya para santri tinggal di asrama.
Mereka harus hidup mandiri tanpa dekat dengan orang tua.
d. Penanaman hidup disiplin, menghargai teman, hormat sama guru (kyai)
dan sabar serta istiqomah dalam melaksanakan proses pembelajaran
(tarbiyah, ta’dib dan ta’lim).
Biasanya pendidikan pesantren tidak dibatasi oleh waktu, sehingga
seorang santri bisa sepuas-puasnya menimba ilmu sama kyai sampai ia
diizinkan untuk meninggalkan pesantrennya, kemudian pindah ke pesantren
lain untuk mencari ilmu yang lebih tinggi.
Sistim pengajaran selain sistim Klasikal, juga sistim Individual
(sorogan), yaitu seorang santri bisa belajar ngaji atau membaca kitab
dibimbing secara langsung oleh seorang guru atau kyai, sehingga bisa
lebih komunikatif antara guru dengan santri.
Pada perkembangan berikutnya sebagian besar pesantren baik di Jawa
maupun di luar Jawa, dilengkapi dengan lembaga pendidikan yang dikenal
istilah Madrasah. Dari mulai Madrasah Ibtidaiyah (setingkat SD),
Madrasah Tsanawiyah (setingkat SMP), Madrasah Aliyah (setingkat SMA) dan
selanjutnya para lulusannya bisa melanjutkan ke IAIN atau perguruan
tinggi agama lainnya. Perbedaan Pesantren dengan Madrasah antara lain :
di Pesantren khusus mempelajari ilmu-ilmu agama, tapi di Madrasah
biasanya juga dipelajari ilmu-ilmu umum. Pesantren biasanya tidak
menggunakan kurikulum yang resmi (formal), tapi di Madrasah sudah
menggunakan kurikulum resmi dan baku, terutama kurikulum dari Departemen
Agama.
12. Majlis Ulama Indonesia (MUI)
Majlis Ulama ini sebenarnya sudah berdiri sejak jaman pemerintahan
Soekarno, tetapi baru di tingkat daerah. Di Jawa Barat misalnya majlis
ini berdiri tanggal 12 Juli 1958. Pada tanggal 21 sampai 27 Juni 1975
diadakan Musyawarah Nasional I Majlis Ulama seluruh Indonesia di Jakarta
yang dihadiri oleh wakil-wakil Majlis Ulama propinsi. Ketika itulah
Majlis Ulama tingkat Nasional berdiri dengan nama Majlis Ulama Indonesia
(MUI).
Fungsi MUI antara lain :
a. Memberi fatwa dan nasihat mengenai masalah keagamaan dan
kemasyarakatan kepada pemerintah dan umat Islam umumnya sebagai amar
ma’ruf nahi munkar, dalam usaha meningkatkan ketahanan nasional.
b. Mempererat ukhuwah Islamiyah dan memelihara serta meningkatkan
suasana kerukunan antar umat beragama dalam mewujudkan persatuan dan
kesatuan bangsa.
c. Mewakili umat Islam dalam konsultasi antara umat beragama.
d. Penghubung antara Ulama dan Umara (pemerintah) serta menjadi
penerjemah timbal balik antara pemerintah dan umat guna menyukseskan
pembangunan nasional.
Sejak berdiri sampai saat ini sudah banyak fatwa-fatwa MUI dikeluarkan antara lain menyangkut :
a. Hukum natal bersama bagi umat Islam
b. Aliran-aliran Islam sesat di Indonesia
c. Fatwa tentang bunga bank konvensional
d. Fatwa tentang bayi tabung dan inseminasi buatan
e. Fatwa tentang faham pluralisme dan sekularisme
f. Fatwa tentang perkawinan beda agama
g. Dan lain-lain
Ulama yang pernah menduduki jabatan ketua MUI antara lain :
a. Prof.Dr. Hamka (1975- 1981)
b. KH. Syukri Ghozali (1981- 1984)
c. KH. EZ. Muttaqien (1984- 1985)
d. KH. Hasan Basri (1985- 1995)
e. H. Amidhan
13. Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI)
ICMI berdiri pada 7 Desember 1990 sebagai sebuah organisasi yang
menampung para cendekiawan muslim yang mempunyai komitmen pada
nilai-nilai keislaman, tanpa melihat aliran, warna politik dan kelompok.
ICMI sebagai wadah tempat berdialog para intelektual guna memecahkan
persoalan-persoalan bangsa. Organisasi ini pertama kali dipimpin oleh
Prof. Dr.BJ. Habibie, kemudian Ahmad Tirto Sudiro dan Adi Sasono.
ICMI bergerak berlandaskan tiga hal :
a. Iman sebagai landasan moral untuk memicu prestasi taqwa
b. Pancasila dan UUD 45 sebagai azas filosofis dan konstitusional kehidupan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat.
c. Ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai alat dan sarana bagi peningkatan mutu kehidupan.
Sasaran jangka panjang adalah peningkatan kualitas ilmu, kualitas hidup,
kualitas kerja, kualitas berkarya dan kualitas berfikir bangsa
Indonesia pada umumnya dan umat Islam pada khususnya.
Organisasi ini berkembang cukup cepat. Terbukti saat Silaknas I ( 5-7
Desember 1991) jumlah anggotanya sekitar 15000 orang. Pada Nopember 1993
ICMI sudah mempunyai 32 Orwil (Organisasi Wilayah), yakni 28 di dalam
negeri dan 4 di luar negeri ( Eropa, Timur Tengah, Amerika Serikat dan
Pasifik). ICMI sudah memiliki 309 Orsat (Organisasi Satuan), yakni 277
di dalam negeri dan 32 di luar negeri.